Setiap pemimpin semestinya adalah Agen
Perubahan. Reformasi birokrasi pada dasarnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan
yang menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business
prosess) maupun sumber daya manusia aparatur. Reformasi birokrasi
dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik good
governance.
Reformasi birokrasi adalah langkah
strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil
guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Pesatnya
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan
lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan
disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus segera
diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik,
sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif
dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan
secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau
tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.
Mahkamah Agung (MA) sebagai salah satu puncak kekuasaan kehakiman serta peradilan negara tertinggi mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman karena tidak hanya membawahi 4 (empat) lingkungan peradilan tetapi juga manajemen di bidang administratif, personil dan finansial, serta sarana dan prasarana. Kebijakan “satu atap” memberikan tanggungjawab dan tantangan karena MA, Pengadilan Tingkat Banding sampai Tingkat Pertama dituntut untuk menunjukkan kemampuannya mewujudkan organisasi lembaga yang profesional, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Dengan meningkatnya reformasi di peradilan, hal tersebut akan berdampak pada semakin besarnya tuntutan transparansi dan informasi publik. Adanya pembaruan yang berkelanjutan dapat meningkatkan citra peradilan di mata masyarakat, badan legislatif maupun eksekutif di Indonesia. Saat ini kita telah memasuki tahun ke empat Cetak Biru (Blue Print) ke Dua 2010-2035.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi dalam bukunya yang berjudul ”Reformasi Birokrasi Dalam Praktik” edisi Mei 2013, (pada Kata Pengantar) menyampaikan bahwa cara-cara baru menerapkan reformasi birokrasi tidak terlalu baru. Di sektor swasta banyak hal yang sudah di praktikkan : Pelayanan satu pintu, elektronisasi pelayanan, remunerasi berbasis kinerja dan lain sebagainya. Banyak penelitian dilakukan dan konfrensi/seminar digelar untuk mencari tahu cara terbaik menjadi birokrasi publik direformasi dari sebelumnya.
Pimpinan Pengadilan sebagai Agen Perubahan untuk Reformasi Birokrasi
Reformasi
birokrasi adalah reformasi pelayanan publik itu sendiri. Perlu diakui, bahwa
upaya perbaikan pelayanan publik sudah dilakukan. Standarisasi pelayanan publik
sudah diberlakukan untuk pelayanan dasar. UU Nomor 25 tahun 2009 dan SK KMA
Nomor 26 tahun 2012 memapankan pengaturannya. Modernisasi pelayanan dengan
instrumentasi teknologi informasi juga merupakan suatu keniscayaan; seperti info
perkara dan direktori putusan pada Mahkamah Agung RI, serta lahirnya pengaturan
dalam SK KMA Nomor 119/2013 tentang Penetapan hari musyawarah dan ucapan pada
Mahkamah Agung RI yang dikeluarkan oleh Ketua Mahkamah Agung RI (Dr. H.M. Hatta
Ali, SH.,MH) pada tanggal 19 Juli 2013, CTS (Case Tracking System)/SIPP,
SIADPA dan SIADPA MILTUN pada pengadilan.
Kondisi
dan perubahan cepat yang diikuti pergeseran nilai tersebut perlu disikapi
secara bijak melalui langkah-langkah kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan
dalam berbagai aspek pembangunan untuk membangun kepercayaan masyarakat guna
mewujudkan tujuan pembangunan nasional.
Sebagaimana
dokumen Cetak Biru Perubahan Peradilan 2010-2035, arah kebijaksanaan Mahkamah
Agung RI pada 25 tahun mendatang adalah ”Mewujudkan Badan Peradilan Yang Agung”
yang sudah tentu hal ini akan menjadi arah dan tujuan bagi setiap pengembangan
program dan kegiatan yang akan dilakukan di area-area fungsi teknis serta
fungsi pendukung dan fungsi akuntabilitas.
Dalam
Cetak Biru Perubahan Peradilan 2010-2035 juga di jelaskan ada 6 fungsi
Pelaksanaan Fungsi Pendukung, yaitu : Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen
Sumber Daya Keuangan, Manajemen Sarana dan Prasarana, Manajemen Teknologi dan
Informasi (TI), Transparansi Peradilan dan Fungsi Pengawasan. Dengan demikian
supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih yang didukung oleh partisipasi
dari masyarakat dan atau lembaga kemasyarakatan untuk melakukan fungsi kontrol
terhadap pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan merupakan faktor pendukung
dari terlaksana dan tercapainya reformasi birokrasi.
Pelaksanaan
reformasi birokrasi di Indonesia mensyaratkan suatu struktur penyelenggara
reformasi birokrasi. Sebuah premis yang mempunyai konsekuensi logis menyatakan
bahwa setiap pemimpin reformasi birokrasi perlu pengawasan ke dalam (in
control) dalam reformasi birokrasinya dalam Buku yang berjudul ”Pemimpin
dan Reformasi Birokrasi” edisi Februari 2013 terbitan Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi. Tentu saja Pimpinan Lembaga lain dapat
mengambil peran ini.
Seorang
pemimpin di Pengadilan harus mampu memberikan pemahaman bahwa reformasi tidak
akan mengenakkan bagi sebagian orang, dan cenderung akan menimbulkan
resistensi, sehingga harus siap melakukan melakukan manajemen perubahan. Para
pemimpin juga harus memiliki karakteristik yang harus ditanamkan dan
diperjuangkan. Seorang pemimpin harus visioner dan berpikir melebihi kemampuan
orang (thinking ahead), berpikir terus menerus (thinking again)
dan berpikir lintas batas (out of the box/out of the book).
Ada
empat hal yang penting yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin. Bila keempat
ini dimiliki, pemimpin akan mendapat kekuatan dari dalam diri untuk menjadi
agen perubahan. Juga akan mendapat dukungan dari berbagai pihak dalam
menyelesaikan tugas yang diemban. Pertama, mampu menjadi penggerak
sekaligus pendorong pemecahan masalah yang dihadapi. Kedua, senantiasa
memberikan keteladanan bagi staf/bawahan. Ketiga, dengan sepenuh hati
bekerja lebih keras dari pada staf/bawahan. Dan keempat, tentu saja
pemimpin yang berorientasi pada perubahan yang senantiasa konsisten melakukan
semua hal yang baik.
Dewasa
ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum
sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk
menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak
berbagai masalah pembangunan yang kompleks.
Secara
umum Standar Pelayanan di Pengadilan meliputi : Pelayanan Administrasi
Persidangan, Pelayanan Bantuan Hukum, Pelayanan Pengaduan dan Pelayanan
Permohonan Informasi. Secara khusus masing-masing pengadilan (Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan TUN dan Peradilan Militer) juga memiliki Standar
Pelayanan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Pelayanan
Publik berbasis teknologi informasi kini dijadikan sebuah solusi praktis.
Pelayanan berbasis teknologi merupakan sebuah inovasi yang terus berkembang
demi melayani kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan akan informasi. Tak
terkecuali di pengadilan, hampir di seluruh pengadilan tengah bekerja keras
untuk dapat membangun sistem informasi perkaranya berbasis teknologi. Pelayanan
seperi ini ini juga telah diterapkan di Mahkamah Agung Singapura dengan sangat
representatif sebagai peradilan modern dengan E-Document dan E-Litigation
yang kesemuanya berbasis IT.
Layanan
ini memberikan aspek layanan publik yang sangat ideal bagi manajemen perkara
yang cepat, akurat dan mudah. Sebagaimana sistem informasi penelusuran dan
manajemen perkara dan manajemen administrasi serta keuangan Mahkamah Agung dan
Pengadilan, terbukti tidak kurang dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013,
capaian seperti penghargaan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK,
penghargaan penyerapan anggaran terbaik untuk Mahkamah Agung RI, Penghargaan
tertinggi untuk survey integritas sektor publik tahun 2013 dari KPK dan prinsip
SK KMA Nomor 119/2013 tentang Penetapan hari musyawarah dan ucapan pada
Mahkamah Agung RI.
Akhirnya, pemimpin Pengadilan yang berhasil adalah pemimpin yang menyadari bahwa kepemimpinan yang berkenan dengan manusia, dari manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Kerena perubahan adalah kata yang disadari atau tidak adalah kata yang tidak banyak disukai. Manajemen perubahan pada dasarnya sesulit perubahan itu sendiri.
Akhirnya, pemimpin Pengadilan yang berhasil adalah pemimpin yang menyadari bahwa kepemimpinan yang berkenan dengan manusia, dari manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Kerena perubahan adalah kata yang disadari atau tidak adalah kata yang tidak banyak disukai. Manajemen perubahan pada dasarnya sesulit perubahan itu sendiri.
Tentu
saja kita bertanggung jawab memberikan pelayanan terbaik secara sederhana,
mudah dan ramah kepada mereka untuk memperoleh akses keadilan ini dengan niat
ibadah dan membantu sesama.
Semoga
Bermanfaat.
Penulis :
DR. RIDWAN MANSYUR, SH., MH.
Kepala Biro Hukum dan Humas, Badan
Urusan Administrasi
Pada Mahkamah Agung R.I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar