Social Icons

Selasa, 18 Maret 2014

Mengapa Pusdiklat Teknis Peradilan Butuh Akreditasi?

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Peradilan Mahkamah Agung R.I (Pusdiklat Teknis Peradilan) selaku Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah, saat ini tengah melakukan upaya memeroleh Akreditasi. Salah satu kegiatan dalam rangka pencapaian Akreditasi adalah memberikan Diklat Training Officer Course (TOC) bagi Pejabat Struktural dan para pegawai di lingkungan Pusdiklat Teknis Peradilan yang baru saja dilaksanakan. Kegiatan tersebut nantinya akan berlanjut pada Diklat Management of Training (MoT).
Pertanyaannya adalah mengapa Pusdiklat Teknis Peradilan butuh Akreditasi? Bukankah tanpa Akreditasi Pusdiklat Teknis Peradilan tetap eksis menjalankan tugas dan fungsinya?
Pertanyaan-pertanyaan di atas mengemuka manakala Pusdiklat Teknis Peradilan yang berinduk di bawah Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung R.I kian menunjukkan perannya pasca diresmikannya gedung Pusdiklat Mahkamah Agung R.I beberapa tahun yang lalu. Terlebih Pusdiklat Menpim, saudara kandung Pusdiklat Teknis Peradilan telah memeroleh Akreditasi dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada 3 Agustus 2010 berdasarkan Surat Keputusan Kepala LAN No.777/I/1/9/2010.

Menilik ketentuan yang termuat dalam Peraturan Kepala LAN No.2 Tahun 2008 tentang Pedoman Akreditasi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah, dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 menjelaskan : Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah yang selanjutnya disebut Lembaga Diklat Pemerintah adalah satuan organisasi penyelenggaran Pendidikan dan Pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada instansi pemerintah.
Memaknai bunyi pasal tersebut menegaskan bahwa Lembaga Diklat Pemerintah hanya diperuntukan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selanjutnya, apabila pasal tersebut disandingkan dengan SK.Ketua Mahkamah Agung R.I No.140/KMA/SK/X/2008 tanggal 31 Oktober 2008, khusus sebagaimana termuat dalam Bab V Pasal 33 menguraikan Tujuan dan Sasaran Diklat Teknis Peradilan adalah menghasilkan para tenaga teknis yudisial (calon hakim, hakim, hakim ad-hoc, hakim agung) dan tenaga administrasi peradilan (administrasi perkara) yang profesional, berwibawa dan berprerilaku sesuai dengan PPH. Dengan demikian, Pusdiklat Teknis Peradilan dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya di arahkan untuk membina, mendidik dan melatih para tenaga teknis yudisial seperti calon hakim, hakim, hakim ad-hoc, dan hakim agung.
Ketentuan SK.Ketua Mahkamah Agung R.I No.140/KMA/SK/X/2008 seperti terurai di atas seakan menjadi tidak klop apabila dikaitkan dengan Pasal 1 Peraturan Kepala LAN No.2 Tahun 2008.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah tenaga teknis yudisial seperti Hakim masuk kategori Pegawai Negeri Sipil (PNS). Untuk menjawab pertanyaan ini secara rinci dapat dibaca pada artikel Menelisik Status Hakim di Aparatur Sipil Negara.
Terlepas dari pro dan kontra menyoal status Hakim sebagai Pejabat Negara atau PNS, yang ingin Penulis kemukakan adalah kandungan Peraturan Kepala LAN No.2 Tahun 2008, khusus pasal 1 dan 2 hendaknya diinterprestasikan secara ekstensif.
Dalam ketentuan Pasal 2 Peraturan Kepala LAN No.2 Tahun 2008 terdapat aspek esensial yang menjiwai Peraturan Kepala LAN tersebut, yaitu penetapan kelayakan sebuah Lembaga Diklat Pemerintah. Bukan mempersoalkan status peserta diklat apakah seorang Hakim (sebagai Pejabat Negara) atau Pegawai Negeri Sipil, akan tetapi lebih mengatur kepada masalah kelayakan sebuah Lembaga Diklat Pemerintah.
Unsur dan Komponen Akreditasi
Sebagai tolak ukur untuk menetapkan kelayakan suatu lembaga diklat pemerintah perlu adanya standarisasi yang telah diatur dalam Peraturan Kepala LAN No.2 Tahun 2008, yang meliputi unsur-unsur dan komponen Akreditasi.
Unsur kelayakan lembaga diklat pemerintah antara lain tenaga kediklatan sebesar 45%, program diklat 30% dan fasilitas diklat sebesar 25%.
Unsur tenaga kediklatan terbagi menjadi dua komponen yaitu pengelola lembaga diklat dan widyaiswara.
Dalam komponen pengelola lembaga diklat terbagi dalam beberapa hal yaitu : kompetensi pimpinan penyelenggara diklat yang memiliki Sertifikat Management of Training (MoT), pengalaman penyelenggara diklat yang memiliki Sertifikat Training Officer Course (TOC), serta pembagian tugas dan tanggung jawab. Sedangkan dalam komponen widyaiswara meliputi : pendidikan formal, kompetensi widyaiswara pengalaman mengajar dan bidang spesialisasi. Penilaian kompetensi widyaiswara didasarkan pada jumlah widyaiswara yang bersertifikat Training of Trainers (TOT).
Komponen program diklat terdiri atas Kurikulum ( mata diklat, hasil belajar dan indikator hasil belajar dan materi pokok ), Bahan Diklat (modul dan handout), metode diklat (kesesuaian dan efektivitas metode Diklat), jangka waktu pelaksanaan program diklat (kesesuaian alokasi jumlah waktu dengan metode pembelajaran, ruang lingkup mata Diklat, tujuan dan sasaran program Diklat), Peserta Diklat (persyaratan administratif dan akademis, jumlah peserta Diklat),dan terakhir Panduan (kelengkapan, kejelasan dan kualitas panduan).
Komponen terakhir dalam akrediditasi ini adalah fasilitas diklat yang terdiri atas Sarana Diklat yaitu ketersediaan dan kesesuaian sarana diklat serta Prasarana Diklat yaitu ketersediaan dan kesesuian prasarana diklat.
Hak dan Kewajiban Lembaga Diklat Terakreditasi
Selanjutnya, lembaga diklat yang sudah terakreditasi mempunyai hak dan kewajiban diantaranya adalah dapat menyelenggarakan Program Diklat tertentu sebagaimana ditetapkan dalam SK dan Sertifikat Akreditasi, berkewajiban berkoordinasi dengan instansi pembina, instansi pembina jabatan fungsional dan atau instansi teknis untuk meningkatkan kualitas program Diklat serta wajib menyampaikan rencana dan laporan penyelenggaraan program Diklat kepada instansi pembina, pembina jabatan fungsional dan atau instansi teknis sesuai ketentuan yang berlaku.
Prosedur Pelaksanaan Akreditasi
Adapun prosedur pelaksanaan akreditasi yaitu yang pertama Lembaga Diklat Pemerintah mengajukan usulan akreditasi secara tertulis kepada Pimpinan Instansi Pembina dengan melampirkan data unsur dan komponen akreditasi.
Kedua Tim akreditasi melakukan verifikasi terhadap kelengkapan data unsur dan komponen akreditasi; ketiga Lembaga Diklat Pemerintah yang tidak memenuhi data unsur dan komponenn akreditasi diberitahukan secara tertulis, selanjutnya dapat mengajukan akreditasi kembali setelah melengkapi data unsur dan komponen akreditasi
Keempat Lembaga Diklat Pemerintah yang memenuhi data unsur dan komponen akreditasi, usul akreditasinya akan diproses oleh tim akreditasi;
Kelima Tim verifikasi menyampaikan hasil verifikasi kepada Tim Penilai; keenam Tim Penilai melaksanakan penilaian terhadap data unsur dan komponen akreditasi, dan selanjutnya menetapkan nilai akreditasi; ketujuh Hasil penilaian Tim Akreditasi disampaikan kepada Kepala LAN selaku pimpinan Instansi pembina; dan terakhir yaitu Kepala LAN menetapkan tingkat kelayakan Lembaga Diklat Pemerintah dalam Surat Keputusan dan Sertifikat Akreditasi.
Setelah dilakukan penilaian selanjutnya ditetapkanlah jenjang dan masa berlaku akreditasi tersebut. Adapun jenjang dan masa berlaku akreditasi terbagi menjadi tiga, yaitu : Kategori A adalah 5 (lima) tahun, Kategori B adalah 3 (tiga) tahun dan Kategori C adalah 2 (dua) tahun.
Selanjutnya Instansi Pembina melakukan evaluasi terhadap Lembaga Diklat Pemerintah terakreditasi secara periodik atau sesuai kebutuhan dan Hasil evaluasi dapat mempengaruhi nilai kelayakan lembaga Diklat Pemerintah Terakreditasi.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah Akreditasi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh lembaga diklat pemerintah, seperti halnya lembaga Diklat Teknis Peradilan Mahkamah Agung R.I, dalam rangka untuk lebih meningkatkan mutu, efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas penyelenggaraan Diklat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Komentar Tamu

Recent Comments Widget