Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis
Peradilan Mahkamah Agung R.I (Pusdiklat Teknis Peradilan) selaku Lembaga
Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah, saat ini tengah melakukan upaya memeroleh
Akreditasi. Salah satu kegiatan dalam rangka pencapaian Akreditasi adalah
memberikan Diklat Training Officer Course (TOC) bagi Pejabat Struktural dan para pegawai di lingkungan Pusdiklat
Teknis Peradilan yang baru saja dilaksanakan. Kegiatan tersebut nantinya akan
berlanjut pada Diklat Management of Training (MoT).
Pertanyaannya adalah mengapa Pusdiklat
Teknis Peradilan butuh Akreditasi? Bukankah tanpa Akreditasi Pusdiklat Teknis
Peradilan tetap eksis menjalankan tugas dan fungsinya?
Pertanyaan-pertanyaan di atas mengemuka
manakala Pusdiklat Teknis Peradilan yang berinduk di bawah Balitbang Diklat
Kumdil Mahkamah Agung R.I kian menunjukkan perannya pasca diresmikannya gedung Pusdiklat Mahkamah Agung R.I beberapa tahun yang lalu. Terlebih Pusdiklat
Menpim, saudara kandung Pusdiklat Teknis Peradilan telah memeroleh Akreditasi
dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada 3 Agustus 2010 berdasarkan Surat
Keputusan Kepala LAN No.777/I/1/9/2010.
Menilik ketentuan yang termuat dalam Peraturan Kepala LAN No.2 Tahun 2008 tentang Pedoman Akreditasi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah, dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 menjelaskan : Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah yang selanjutnya disebut Lembaga Diklat Pemerintah adalah satuan organisasi penyelenggaran Pendidikan dan Pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada instansi pemerintah.
Memaknai bunyi pasal tersebut
menegaskan bahwa Lembaga Diklat Pemerintah hanya diperuntukan bagi Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Selanjutnya, apabila pasal tersebut disandingkan dengan
SK.Ketua Mahkamah Agung R.I No.140/KMA/SK/X/2008 tanggal 31 Oktober 2008, khusus sebagaimana termuat dalam Bab V
Pasal 33 menguraikan Tujuan dan Sasaran Diklat Teknis Peradilan adalah menghasilkan
para tenaga teknis yudisial (calon hakim, hakim, hakim ad-hoc, hakim
agung) dan tenaga administrasi peradilan (administrasi perkara) yang
profesional, berwibawa dan berprerilaku sesuai dengan PPH. Dengan demikian,
Pusdiklat Teknis Peradilan dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya di
arahkan untuk membina, mendidik dan melatih para tenaga teknis yudisial seperti
calon hakim, hakim, hakim ad-hoc, dan hakim agung.
Ketentuan
SK.Ketua Mahkamah Agung R.I No.140/KMA/SK/X/2008 seperti
terurai di atas seakan menjadi tidak klop
apabila dikaitkan dengan Pasal 1 Peraturan Kepala LAN No.2 Tahun 2008.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah tenaga teknis yudisial seperti Hakim masuk kategori Pegawai Negeri Sipil (PNS). Untuk menjawab
pertanyaan ini secara rinci dapat dibaca pada artikel Menelisik Status Hakim di Aparatur Sipil Negara.
Terlepas
dari pro dan kontra menyoal status Hakim sebagai Pejabat Negara atau PNS, yang ingin
Penulis kemukakan adalah kandungan Peraturan Kepala LAN No.2 Tahun 2008, khusus
pasal 1 dan 2 hendaknya diinterprestasikan secara ekstensif.
Dalam
ketentuan Pasal 2 Peraturan Kepala LAN No.2 Tahun 2008 terdapat aspek esensial
yang menjiwai Peraturan Kepala LAN tersebut, yaitu penetapan kelayakan sebuah Lembaga
Diklat Pemerintah. Bukan mempersoalkan status peserta diklat apakah seorang Hakim
(sebagai Pejabat Negara) atau Pegawai Negeri Sipil, akan tetapi lebih mengatur
kepada masalah kelayakan sebuah Lembaga Diklat Pemerintah.
Sebagai
tolak ukur untuk menetapkan kelayakan suatu lembaga diklat pemerintah perlu
adanya standarisasi yang telah diatur dalam Peraturan Kepala LAN No.2 Tahun
2008, yang meliputi unsur-unsur dan komponen Akreditasi.
Unsur
kelayakan lembaga diklat pemerintah antara lain tenaga kediklatan
sebesar 45%, program diklat 30% dan fasilitas diklat sebesar 25%.
Unsur tenaga
kediklatan terbagi menjadi dua komponen yaitu pengelola lembaga diklat
dan widyaiswara.
Dalam komponen
pengelola lembaga diklat terbagi dalam beberapa hal yaitu : kompetensi
pimpinan penyelenggara diklat yang memiliki Sertifikat Management of Training (MoT), pengalaman penyelenggara diklat yang
memiliki Sertifikat Training Officer
Course (TOC), serta pembagian tugas dan tanggung jawab. Sedangkan dalam komponen
widyaiswara meliputi : pendidikan formal, kompetensi widyaiswara
pengalaman mengajar dan bidang spesialisasi. Penilaian kompetensi widyaiswara
didasarkan pada jumlah widyaiswara yang bersertifikat Training of Trainers (TOT).
Komponen program diklat terdiri atas Kurikulum ( mata diklat, hasil
belajar dan indikator hasil belajar dan materi pokok ), Bahan Diklat
(modul dan handout), metode diklat (kesesuaian dan efektivitas metode
Diklat), jangka waktu pelaksanaan program diklat (kesesuaian alokasi jumlah
waktu dengan metode pembelajaran, ruang lingkup mata Diklat, tujuan dan sasaran
program Diklat), Peserta Diklat (persyaratan administratif dan akademis,
jumlah peserta Diklat),dan terakhir Panduan (kelengkapan, kejelasan dan
kualitas panduan).
Komponen
terakhir dalam akrediditasi ini adalah fasilitas diklat yang terdiri
atas Sarana Diklat yaitu ketersediaan dan kesesuaian sarana diklat serta
Prasarana Diklat yaitu ketersediaan dan kesesuian prasarana diklat.
Selanjutnya,
lembaga diklat yang sudah terakreditasi mempunyai hak dan kewajiban diantaranya
adalah dapat menyelenggarakan Program Diklat tertentu sebagaimana ditetapkan
dalam SK dan Sertifikat Akreditasi, berkewajiban berkoordinasi dengan instansi
pembina, instansi pembina jabatan fungsional dan atau instansi teknis untuk
meningkatkan kualitas program Diklat serta wajib menyampaikan rencana dan
laporan penyelenggaraan program Diklat kepada instansi pembina, pembina jabatan
fungsional dan atau instansi teknis sesuai ketentuan yang berlaku.
Prosedur Pelaksanaan Akreditasi
Adapun
prosedur pelaksanaan akreditasi yaitu yang pertama Lembaga Diklat
Pemerintah mengajukan usulan akreditasi secara tertulis kepada Pimpinan
Instansi Pembina dengan melampirkan data unsur dan komponen akreditasi.
Kedua Tim akreditasi melakukan verifikasi terhadap
kelengkapan data unsur dan komponen akreditasi; ketiga Lembaga Diklat
Pemerintah yang tidak memenuhi data unsur dan komponenn akreditasi
diberitahukan secara tertulis, selanjutnya dapat mengajukan akreditasi kembali
setelah melengkapi data unsur dan komponen akreditasi
Keempat Lembaga Diklat Pemerintah yang memenuhi data unsur
dan komponen akreditasi, usul akreditasinya akan diproses oleh tim akreditasi;
Kelima Tim verifikasi menyampaikan hasil verifikasi kepada
Tim Penilai; keenam Tim Penilai melaksanakan penilaian terhadap data
unsur dan komponen akreditasi, dan selanjutnya menetapkan nilai akreditasi; ketujuh
Hasil penilaian Tim Akreditasi disampaikan kepada Kepala LAN selaku pimpinan
Instansi pembina; dan terakhir yaitu Kepala LAN menetapkan tingkat
kelayakan Lembaga Diklat Pemerintah dalam Surat Keputusan dan Sertifikat
Akreditasi.
Setelah
dilakukan penilaian selanjutnya ditetapkanlah jenjang dan masa berlaku
akreditasi tersebut. Adapun jenjang dan masa berlaku akreditasi terbagi
menjadi tiga, yaitu : Kategori A adalah 5 (lima) tahun, Kategori B adalah 3
(tiga) tahun dan Kategori C adalah 2 (dua) tahun.
Selanjutnya
Instansi Pembina melakukan evaluasi terhadap Lembaga Diklat Pemerintah
terakreditasi secara periodik atau sesuai kebutuhan dan Hasil evaluasi dapat
mempengaruhi nilai kelayakan lembaga Diklat Pemerintah Terakreditasi.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah
Akreditasi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh lembaga diklat
pemerintah, seperti halnya lembaga Diklat
Teknis Peradilan Mahkamah Agung R.I, dalam rangka untuk lebih meningkatkan
mutu, efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas penyelenggaraan Diklat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar